@Yusuf Saiful Khaibar
Assalamu'alaikum
Adab membawa dan membaca "al qur'an saku" seperti apa..?
Apa sama dgn Al qur'an di HP atau Al quran besar..?
Brotherhood Because Islam
"Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja" (Imam Asy Syafi'i, Diwan Syafi'i Hal. 103)
“Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah keluar darinya melainkan kebenaran”
"Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja"
“Apabila engkau mendengar sesuatu ilmu, maka tulislah meskipun pada dinding”
"Lupa ada obatnya –dengan karunia dari Allah- yaitu menulisnya. Karenanya Allah memberi karunia kepada hamba-Nya dengan surat Al-Alaq. Yaitu “iqra’” kemudian “mengajarkan dengan perantara pena”. Maksudnya, bacalah dengan hapalannya, jika tidak hapal maka dengan tulisanmu."
Dirangkum Oleh: Hafshah Azkadina
💚
💚
💚
Question by Hafshah
Bismillāh, hukum wanita memakai celana olahraga saat sedang olahraga masuknya haram?
-----
Answer by Satria
Saya sempat beberapa kali bertanya ke beberapa ustadz mengenai ini, juga membaca dari buku fiqih sunnah wanita. Memang permasalahan ini banyak yang berbeda pandangan, mulai dari yang agak longgar sampai yang sangat ketat.
1. Pendapat pertama adalah dari Ulama yang memiliki pendapat agak longgar, Mereka biasanya menilai dari sisi selama tidak adanya pelanggaran yang fatal atas hal itu. Sebab menurut mereka, jika seorang muslimah sudah mengenakan pakaian yang menutup aurat, lalu celana yang dipakai tidak ketat dan tidak transparan, lalu tempatnya sudah terpisah antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak akan ada kekhawatiran untuk timbulnya fitnah. Menurut pendapat mereka, ini dibolehkan.
Mereka berpendapat bahwa haram itu harus dikembalikan kepada nash-nash yang sharih dan qath’i. Bila terdapat nash-nash yang tegas melarang, bukan merupakan perluasan dari inti masalah, serta nash itu mencapai derajat yang kuat dalam periwayatan, barulah kita bisa mengeluarkan vonis haram atas sesuatu.
Jika pengharaman itu diambil dari dua hadits ini: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dari Abu Hurairah r.a disebutkan, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” (HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini dinilai shahih sesuai syarat Muslim).
Hadits yg pertama adalah larangan bersikap dan berpenampilan secara umum. Sedangkan hadits kedua, yg dilaknat adalah gaya/model pakaiannya. Para ulama yang agak longgar, membedakan gamis untuk laki-laki dan gamis untuk wanita, begitu juga membedakan model celana laki-laki dan celana wanita itu yg seperti apa.
Hukum laknat menyerupai lelaki ini adalah larangan menyalahi FITRAH sebagai perempuan dalam hal gaya berbicara, bertingkah laku dan berpakaian yang menyalahi syari'at, begitupun sebaliknya.
Kesimpulan dari pendapat pertama mengenai dua hadits ini, Wanita yg memakai celana panjang longgar, tidak transparan dengan baju atasan yg menutupi lekukan tubuhnya dan memakai kerudung hingga menutupi dada tidak dilarang untuk dikenakan. Karena syarat syar'i itu adalah memakai pakaian yg menutupi auratnya dengan sempurna (kecuali muka dan telapak tangan). Intinya, silakan menimbang-nimbang maslahat. Namun yg terbaik adalah memakai pakaian gamis.
2. Pendapat kedua ini adalah yg menghukumi makruh sampai haram bagi wanita untuk memakai celana panjang walaupun longgar sekalipun. Pertama, karena dianggap menyerupai laki-laki dalam cara berpakaian, kedua karena dianggap tidak menutupi aurat secara syar'i karena celana panjang dianggap memperlihatkan lekuk tubuh. Jadi kita berhadapan dengan beragam cara pandang dari para Ulama dalam menafsirkan suatu dalil.
Wallahu a'lam bisshawab..
Dirangkum Oleh: Azizah
💚
💚
💚
#Pertanyaan
bismillah
mau tanya, jika berkumandang adzan kan baiknya di jwb, nah jika bersamaan antara adzan di masjid, dgn tv, atau masjid dgn app di hp, atau tv dgn app di hp, itu gimana? yg di jwb yg mana?, syukron
#Jawab
Itu jawabnya azan yg dari masjid bukan yg dari hp
klo di hp mah kan ada baiknya jangan pakai alarm dgn nada adzan ,karena dikhawatirkan akan terpotong
maksudnya dari hp ,dikuatirkan akan terpotong ,klo mau juga jangan pakai nada adzan ,tpi cuma getar aja ,toh fungsinya kan buat reminder waktu adzan kan
Dirangkum Oleh: Zihad
💚
💚
💚
#Question by Zihad
Assalamu'alaikum.. Minta tatacara membuka majelis dong, aku liat kalo mau ada majelis pasti ada alhamdulillah, shalawat serta salam, dsb.. yg bener gimana yah?
#Answer by Azizah
[http://ustadzaris.com/bismillah-di-awal-kajian] bagus, silakan lihat!
#Answer by Muhammad Reksa
Wa'alaikumussalam. Kata ust. Firanda kemaren di kajian shahih bukhari, pembukaan majelis ada khilaf diantara ulama. Tapi pada shahih bukhari (dalam kitabnya) beliau membuka majelis selain khutbah itu dengan 'bismillah' kemudian pujian kepada Allah dan shalawat kepada nabi Shalallahu'alaihiwasallam. Namun khusus untuk khutbah, beliau menjelaskan adanya kalimat 'tegas' bahwasannya pembukaan khutbah itu dengan Hamdallah dan bersyahadat. Itu pendapat yang paling kuat kata Imam Bukhari. Wallahua'lam bisshawab...
Dirangkum Oleh: Agrres
💚
💚
💚
#question by agrres
berbuat baik
mau tanya seperti apa definisi dari menjilat
karena saya orng nya sering telmi dan kurang pandai beratitude ramah ,,sehingga sering banget sodara2 atau tetangga bilang saya sombong atau semacamnya ,terus klo maksain bicara basa basi ,malah suka salah bicara malah bikin masalah baru ,nah pertanyaannya ,klo saya berbuat baik secara material ke sodara2 atau temen yg sering salah faham sama saya ,dgn tujuan biar klo saya berbuat salah mereka segan untuk marah atau ngata ngatain saya ,apa itu menjilat?
#answer by satria
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, berbuat baiknya lebih baik memang niatnya ingin berbuat baik aja, tanpa ada embel2 "biar kalau saya berbuat salah, mereka segan".
Ini malah bikin semacam potensi kang Gress kecewa kalau mereka ga sesuai keinginan kang Gress nantinya. Diluruskan niatnya lebih baik, in syaa Allah kebaikan selalu berbuah kebaikan kok
Dirangkum Oleh: Yusuf Saiful Khaibar
💚
💚
💚
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum
Mau nanya..
Apa hukum menempati tanah milik orang untuk usaha..?
(Tanpa sewa dan ijin pemilik)
Jazakumullah khairan katsir
Jawab:
#muhammad satria andika
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, dalam hukum Islam dan hukum negarapun itu dilarang, kecuali tanah tersebut memang tidak ada pemiliknya.
#Kak Nio
https://m.facebook.com/notes/ganti-hukum-buatan-manusia-dengan-hukum-allah/hukum-pertanahan-menurut-syariah-islam/378817518521/
#kang yauman
“Barang siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia akan dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.
[HR Bukhari Muslim]
#Kak Nio
Sepaham aku ya berdasarkan ijma kalau tanah dipagari(ditag) tapu gak dikelolah selama 3 tahun trus ada orang yg ngelolah tuhtanah maka yg magari iniudah gak berhak atas tanah itu.
#Muhammad satria Andika
Bahasannya bisa panjang sih kalau soal hukum pemilikan tanah
Bab tentang ihya'ul mawat saja panjang banget
Lalu tahjir
Kalau yang kak Nio maksud, memang ada haditsnya. Namun itupun pengalihan kepemilikannya diatur negara, ga seenaknya diambil begitu saja
#Kak Nio
Pertama: Kebijakan menghidupkan tanah mati (ihyâ’ al-mawât). Dalam hal ini, syariah Islam mengizinkan siapa saja yang memiliki kemampuan untuk menghidupkan tanah-tanah yang mati (tidak produktif) dengan cara mengelola/menggarapnya, yakni dengan menanaminya. Setiap tanah yang mati, jika dihidupkan/digarap oleh orang, adalah milik orang yang bersangkutan. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw. berikut:
«مَنْ أَعْمَرَ أَرْضًا لَيْسَتْ ِلأَحَدٍ فَهُوَ أَحَقُّ»
Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah, yang bukan milik orang lain, maka dialah yang paling berhak. (HR al-Bukhari).
«مَنْ أَحَاطَ حَائِطًا عَلَى أَرْضٍ فَهِيَ لَهُ»
Siapa saja yang memagari sebidang tanah (kosong) dengan pagar, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR Abu Dawud).
«مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ»
Siapa saja yang menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR al-Bukhari).
Hadis ini berlaku mutlak bagi siapa saja, baik Muslim ataupun non-Muslim. Hadis ini menjadi dalil bagi kebolehan (mubah) bagi siapa saja untuk menghidupkan/memagari tanah mati tanpa perlu izin kepala negara (khalifah). Alasannya, karena perkara-perkara yang mubah memang tidak memerlukan izin khalifah. (An-Nabhani, 1990: 138).
Kedua: Kebijakan membatasi masa berlaku legalitas kepemilikan tanah, dalam hal ini tanah pertanian, yang tidak produktif alias ditelantarkan oleh pemiliknya, selama 3 (tiga) tahun. Ketetapan ini didasarkan pada kebijakan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang disepakati (ijmak) oleh para Sahabat Nabi saw. Beliau menyatakan:
«لَيْسَ لِمُحْتَجِرٍ حَقٌ بَعْدَ ثَلاَثِ سَنَوَاتٍ»
Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang dipagarinya itu) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.
Dengan ketentuan ini, setiap orang tidak bisa seenaknya memagari tanah sekaligus mengklaimnya secara sepihak, sementara dia sendiri telah menelantarkannya lebih dari tiga tahun. Artinya, setelah ditelantarkan lebih dari tiga tahun, orang lain berhak atas tanah tersebut.
Ketiga: Kebijakan Negara memberikan tanah secara cuma-cuma kepada masyarakat (iqthâ‘ ad-dawlah). Hal ini didasarkan pada af‘âl (perbuatan) Rasulullah saw., sebagaimana yang pernah Beliau lakukan ketika berada di Madinah. Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin sepeninggal Beliau (An-Nabhani, 1990: 120). Pemberian cuma-cuma dari negara ini berbeda faktanya dengan menghidupkan tanah mati. Perbedaannya, menghidupkan tanah mati memang berhubungan dengan tanah mati, yang tidak dimiliki seseorang dan tidak ada bekas-bekas apapun (pagar, tanaman, pengelolaan dll) sebelumnya. Adapun pemberian tanah secara cuma-cuma oleh negara tidak terkait dengan tanah mati, namun terkait dengan tanah yang pernah dimikili/dikelola oleh seseorang sebelumnya yang—karena alasan-alasan tertentu; seperti penelantaran oleh pemiliknya—diambilalih oleh negara, lalu diberikan kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Keempat: Kebijakan subsidi Negara. Setiap orang yang telah memiliki/menguasai tanah akan dipaksa oleh negara (khalifah) untuk mengelola/menggarap tanahnya, tidak boleh membiarkannya. Jika mereka tidak punya modal untuk mengelola/menggarapnya, maka negara akan memberikan subsidi kepada mereka. Kebijakan ini pernah ditempuh oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Beliau pernah memberikan dana dari Baitul Mal (Kas Negara) secara cuma-cuma kepada petani Irak, yang memungkinkan mereka bisa menggarap tanah pertanian serta memenuhi kebutuhan dasar mereka
#Muhammad satria andika
Nah kasus seperti ini, sebagai 'warning' saja, bagi siapapun yang memakai tanah orang lain untuk dimanfaatkan, agar tidak sampai demikian.
Dirangkum Oleh: احمد سجيدان
💚
💚
💚
#Question
@احمد سجيدان
Assalamualaikum, ohh iyaa mau tanya, Boleh kah kita bercampur baur dengan lawan jenis(?) contoh dalam konteks reuni, temen kuliah/sekolah atau member dalam satu grup itu berjumpa(?) Soalnya sering menjumpai Ikhwan 4 akhwatnya 10 di foto yang di jadiin profil atau apalah :D mereka bertemu dengan konteks apa(?) adakah konteks yang di perbolehkan untuk berikhtilat(?) selain berhaji mungkin(?)
#Answer
@Satria
Saya kutip kembali jawaban buat kang Reksa, mungkin ada hikmah dan kesamaan jawabannya dengan kang Jidan:
Diriwayatkan dalam hadits yang cukup panjang, Majelis ilmu di kota Madinah, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan wahyu dari langit, disesaki oleh kaum pria. Mereka ini para sahabat yang mulia radhiallahu ‘anhum sangat bersemangat mendapatkan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka berlomba-lomba mendatangi majelis beliau dan duduk dekat dengan beliau.
Kaum wanita dari kalangan sahabiyah tidak mungkin menembus kerumunan tersebut karena rasa malu bercampur baur dengan lelaki. Apalagi telah datang larangan ikhtilath (campur baur) dengan lawan jenis. Para wanita terpaksa harus puas mendengarkan dari jauh sedikit ilmu karena mayoritas majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang didominasi oleh kaum lelaki.
Para sahabiyah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut kabar Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Mereka datang untuk mengadu kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memohon jalan keluar karena mereka pun ingin mendapatkan ilmu dari beliau, bukan hanya kaum lelaki saja.
Dalam riwayat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan tempat taklim mereka, "Tempat pertemuan dengan kalian adalah rumah Fulanah." Beliau lalu mendatangi mereka di rumah tersebut dan menyampaikan ilmu kepada mereka. (HR. Bukhari-Muslim). Dalam riwayat lain, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam didampingi Bilal Bin Rabbah r.a ketika menyampaikan ilmu beliau.
Pesan yang tersampaikan lewat hadits di atas, yaitu tidak boleh wanita bercampur baur dengan lelaki, walaupun untuk belajar ilmu agama yang menjadi kewajiban setiap muslim. Walaupun sampai harus satu ruangan, para Ulama membolehkan asalkan dengan syarat ada pembatas/hijab antara keduanya.
Namun, sekali lagi .. bukan berarti ketidakbolehan ikhtilath dijadikan dalil untuk meninggalkan belajar agama di majelis taklim, ataupun ilmu apapun. Sebab, ada solusi yang diberikan oleh hadits di atas, yaitu disiapkan waktu dan tempat yang khusus bagi para wanita yang ingin belajar. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh maslahat yang murni, tidak bercampur dengan mafsadat.
#QuestuionII
@احمد سجيدان
Naaaah tapi bagaimana dengan mereka yang maaf mungkin akhwatnya sudah berniqob tapi masih campur baur dengan ikhwan, walaupun kita engga tau konteksnya mereka apa dan kegiatan apa saja yang mereka lakukan. Maksudnya kok tidak malu memasang foto atau membuat capture yang menunjukan bahwa mereka itu campur baur.
Tapi bagaimana, jika, memang pas waktu tsb ada kajian di Masjid A, dan kebetulan bertemu dengan member satu grup atau merencanakan untuk berjumpa disana, jadi setelah kajian mereka berkumpul campur bau dan saling berbincang, soalnya saya sering menjumpai, bukan sekali dua kali saja,
#AnswerII
@Satria
Dikembalikan ke tujuan dan kepentingannya apa, itu aja. Saya ga punya kapasitas buat menilai, harusnya tau batasannya masing2, dan niat masing2
Ikhtilath artinya adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara campur baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dan wanita itu (misal bicara, bersentuhan, berdesak-desakan, dll). (Said Al Qahthani, Al Ikhtilat, hlm. 7)
#QuestionIII
@احمد سجيدان
Saya pernah dapet pesan dari Si fulan seperti itu kang Memandang berinteraksi atau bukan? Jika memandang itu juga berinteraksi maka ketika sudah ada dalam satu ruangan dan sudah saling pandang tentunya sudah berikhtilat(?)
#AnswerIII
@Satria
Memandang yang diperbolehkan itu jika tanpa berniat dengan sengaja memandang lawan jenis, atau hanya sesekali memandang, ketika memang ada kepentingan untuk bertanya hal yang penting misalnya. Kalau terus menerus memandang, ini yang ga boleh